23 December 2008
Victor dan mahasiswa Pasbar
Masih segar dalam ingatan kita demo yang telah dilakukan Aliansi Mahasiswa Pasaman Barat beberapa waktu yang lalu berkaitan dengan pengangkatan Viktor Pakpahan (sebelumnya tertulis viktor nababan) sebagai ketua pengadilan negeri pasaman barat. Sepintas lalu alasan yang disampaikan oleh kalangan Pengadilan adalah masuk akal. Mereka mengangkatnya berdasarkan track recordnya selama ini. Dan itu juga sudah dipertimbangkan oleh MA (wallahu a'lam track record dan pertimbangan seperti apa). Apapun alasan yang disampaikan, sudah sepantasnyalah kalangan pengadilan bersikap arif dalam menempatkan orang-orangnya di setiap daerah. Secara kultural, masyarakat Pasaman Barat adalah masyarakat yang agamis. Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah telah melekat dalam keseharian masyarakatnya.
Dulu, ketika adanya program transmigrasi ke Pasaman Barat, tokoh-tokoh masyarakat menyatakan menolak adanya transmigran yang beragama non muslim. Jikalau syarat itu tidak dipenuhi, maka transmigran tidak akan diterima di Pasaman Barat. Namun, dalam perjalanan waktu ternyata kekhawatiran tokoh-tokoh masyarakat tentang masuknya orang non muslim ke ranah Pasaman Barat melalui jalur Transmigrasi menjadi kenyataan. Transmigran yang pada awalnya ber KTP islam, tiba-tiba dalam beberapa bulan sudah kristen. Entah apa yang terjadi, kemudian secara berangsur-angsur kristenisasi mulai merangkak menyentuh ke beberapa tempat di Pasbar. Sampai saat itu masyarakat sabar dengan pengkhianatan janji yang telah dilakukan oleh umat nasrani tersebut. Secara perlahan tapi pasti, mereka mulai menunjukkan taringnya di Pasbar. Pendirian gereja mulai marak. Bangunan yang awalnya diberikan izin untuk pendirian rumah tiba-tiba beralih fungsi menjadi gereja. Bahkan mencuat satu kasus tentang adanya rumah yang menjadi gereja dan berada tepat di depan masjid. Naudzubillah. Entah Pancasilais seperti apa lagi yang di inginkan mereka untuk masyarakat pasbar saat itu. Kalau ditilik dari kerja yang mereka lakukan, penyebaran agama terhadap orang yang telah beragama tentulah hal ini tak dibenarkan apalagi pendirian rumah ibadah, sementara jumlah umat kristiani ditempat tersebut amat sedikit.
Umat islam di Pasbar sebenarnya sudah cukup sabar dalam menghadapi kondisi tersebut. Namun kesabaran ini dinilai sebagai kegembiraan dalam menyambut mereka dengan dalih negara indonesia adalah negara pancasila. Bhinneka Tunggal Ika. Namun, sepertinya mereka lupa bahwa yang dimaksud dengan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah menjadikan segala sesuatunya sama dan bisa dimasuki. Semuanya sama dan setiap orang boleh menempatkan orang-orang tertentu yang berbeda dengan masyarakatnya. Analogi adanya anak SMA, SMP dan SD patutlah menjadi pelajaran bagi kita. Jikalau setiap anak tersebut diberikan uang belanja seribu rupiah tentunya belum adil. Alangkah bijaksana jikalau keadilannya adalah memberikan anak-anak tersebut uang belanja sesuai dengan kebutuhannya. Anak SMA boleh jadi punya kepentingan yang lebih banyak dan jika diberikan uang seribu rupiah tidak akan cukup. Sementara anak SD, dengan uang seribu rupiah boleh jadi akan berlebih baginya.
Nah, bagaimana dengan Masyarakat Pasaman Barat yang mayoritas Islam ? tentunya mereka menginginkan perkara mereka ditangani oleh pemimpin dari kalangan mereka juga. Apakah dengan adanya keadilan yang salah kaprah, maka MA berlaku sesukanya dengan menempatkan pemimpin di Pasbar dari kalangan non-Muslim yang notabene akan berbeda persepsi dengan umat islam itu sendiri ...
Fenomena pengangkatan ketua Pengadilan Negeri dari kalangan non-muslim sebagai pemimpin di Pasbar boleh jadi adalah satu dari sekian rentetan peristiwa yang terus menggerogoti Pasaman Barat. Isu-isu SARA di Pasbar amatlah rentan konflik. Kita berdo'a mudah-mudahan Pasbar nanti tidak menjadi Poso, Ambon ataupun Sampit berikutnya.
Tentang permasalahan-permasalahn seperti ini, sepatutnya sudah menjadi pembuka mata mahasiswa pasaman barat untuk melangkah ke depan nya. Mari berbenah. Victor dan mahasiswa boleh jadi telah berseteru lantaran masyarakat Pasbar yang notabene adalah orang tua dari mahasiswa itu sendiri telah terganggu ketenangannya. Namun, ini hanyalah satu dari peristiwa atau bisa jadi awal dari peristiwa. Kursi-kursi kepemimpinan yang lain masih banyak yang mungkin akan dimasuki.... tak ada kata lain bagi kita selain bersikap WASPADA dan katakan TIDAK untuk penggerogot ketenangan ayah dan ibu kami !
Dan satu hal yang tak boleh kita lupa, PERSIAPKAN DIRI UNTUK MENJADI PEMIMPIN PASBAR. Sekali lagi, mari berbenah. Tempa diri dengan akhlak islami tuk Pasaman Barat yang Madani....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment