Ayo gabung bersama

27 May 2008

SEMBILAN PULAU DI PASBAR BELUM DIGARAP



Tulisan berikut ini sudah dimuat pada harian singgalang edisi Maret 2008 yang lalu, kami mempostingkan lagi disini sebagai catatan tersendiri bagi kita bahwa masih banyak potensi yang bisa dikembangkan di daerah kita. Tulisan ini diambil dari postingan bang musriadi. Semoga bermanfaat....

Pulau-pulau di kawasan Pasaman Barat cukup potensial bila dikembangkan menjadi objek wisata bahari. Bila itu dilakukan dengan benar, dapat dipastikan akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk pulau dan kawasan pesisir itu sendiri.

Sembilan pulau yang terletak di lepas pantai teluk Air Bangis tersebut, dihuni sekitar 1.300 jiwa (250 kepala keluarga). "Pemerintah pusat mempunyai kemampuan terbatas untuk mengelola potensi itu. Tapi tahun ini ada sekitar Rp 149 miliar lebih dana untuk mengelola pulau di Indonesia" kata Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan RI, Prof. DR. Syamsul Muarif, saat berkunjung ke Pasbar beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pasaman Barat, Jeflin Yulandri kepada Singgalang mengatakan secara administrasi pulau itu dikepalai oleh seorang seorang jorong. Pulau yang dihuni manusia itu adalah Pulau Panjang, di sana ada fasilitas pendidikan berupa sekolah dasar, dan SMP terbuka, dan puskesmas pembantu, mesjid.

Bupati Pasbar, Drs. H. Syahiran, MM mengatakan rencana pengemban­gan pulau-pulau kecil ke depan adalah seperti kawasan lindung diperlukan untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, di kawasan PPK Pasbar Pulau Telur ditetapkan sebagai kawasan konser­vasi laut daerah (KKLD). Biota penting yang menjadi ikon pulau telur adalah keberadaan penyu belimbing yang senantiasa bertelur di pulau ini.

Pulau Telur direncanakan sebagai zona inti, sementara zona pen­yangga adalah pulau Pigago, pulau Tamiang dan pulau Pangka. Pada 2007 melalui dana DAK dan APBD Pasbar telah dibangun Pos Jaga PPK yang nanti akan dimanfaatkan menjaga daerah konservasi dan lainnya.

Sedangkan pengembangan budidaya perikanan laut bertujuan untuk menjamin ketersediaan stok perikanan, terutama yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta sumber laut lainnya secara berkelan­jutan. Pengembangan budidaya ini diharapkan dapat mendukung kegiatan industri perikanan.

Langkah ke depan, lanjut Syahiran, juga akan dibangun kawasan wisata bahari, ini merupakan bentuk pemanfaatan yang sudah menja­di wacana nasional bahkan internasional. Manajemen lingkungan terpadu antara pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk pembudi­dayaan biota, kawasan lindung serta wisata pada suatu daerah tertentu menjadi kawasan tersebut menjadi lebih efisien. Peman­faatan dengan pola tersebut dinamakan dengan agriwisata serta ekotourisme.



Pulau Panjang

Pulau Panjang memiliki luas sekitar 220 Ha, merupakan satu-satun­ya pulau yang dihuni oleh penduduk. Lahan daratan di pulau ini selain dimanfaatkan masyarakat tempat tinggal juga dimanfaatkan untuk usaha perkebunan. Seperti kebun kelapa, cengkeh dan lainnya. Sementara di dekat pantai dimanfaatkan untuk usaha per­baikan kapal penangkap ikan. Di pulau itu dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan memancing, penangkapan udang lobster dan juga kegiatan budidaya ikan kerapu dan rumput laut.

Pemkab Pasbar melalui Dinas Kelautan dan Perikanan mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN dan APBD tahun 2007 untuk membangun sarana dan prasarana pulau-pulau kecil. Seperti pos jaga, energi alternative dan fasilitas jalan kampong. Disamping itu untuk menjaga dan mengawasi aktivitas pemanfaatan potensi laut, pesisir dan perikanan tahun lalu juga dianggarkan pengadaan speed boat pengawasan.

Untuk tahun anggaran 2008 direncanakan pembangunan lanjutan sarana PPK berupa dermaga tempat penambahan daya energi alterna­tif sebanyak 3 KWh serta penambahan jalan kampung. Ke depan, selain sebagai sentra kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil Pulau Panjang juga direncanakan sebagai sentra pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan, sentra budidaya perikanan laut berupa budidaya ikan kerapu, budidaya rumput laut serta sentra pengolahan ikan senangi.



Pulau Harimau

Pulau ini luasnya sekitar 105 Ha berdekatan dengan pulau unggas merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan. Sekalipun ada, itu hanya pemanfaatan terbatas (kawasan penangkapan kepiting-red). Pulau ini memiliki kontur berbukit, masyarakat sekitar Air Bangis mempercaya pulau harimau mempunyai cerita misterius dan angker.

Akibatnya, masyarakat enggan untuk memanfaatkan lahan di pulau tersebut untuk menjadi lahan produktif. Dengan kondisi tersebut kawasan ini cocok dijadikan kawasan lindung lokal yang berfungsi sebagai wilayah pemijahan ikan-ikan karang dan untuk mempertahan­kan habitat mangrove. Berhadapan dengan Pulau Harimau dan Pulau Unggas ke arah daratan Sumatra terdapat hamparan hutan mangrove dengan luas sekitar 3.500 Ha.



Pulau Unggas


Pulau Unggas mempunyai luas sekitar 5 Ha, pulau ini hanya ditum­buhi oleh mangrove dan merupakan kawasan bermain bagi berbagai jenis burung. Latar belakang ini yang menyebabkan oleh masyarakat setempat dinamakan Pulau Unggas.

Laut sekitar Pulau Unggas sangat tenang dasarnya merupakan habi­tat padang lamun dan juga terumbu karang sehingga sangat cocok untuk pengembangan keramba jaring apung (KJA) untuk jenis ikan kerapu. Disamping pengembangan perikanan budidaya daerah sepadan Pulau Unggas ini juga direncanakan menjadi kawasan lindung lokal dengan pola pemanfaatan terbatas, sehingga kelestarian ekosistim dapat terus terpelihara.



Pulau Pigago dan Pulau Telur

Pulau Pigago mempunyai luas sekitar 40 Ha, hanya ditumbuhi oleh mangrove dan pohon kelapa. Kawasan laut sekitar pulau pigoga pada bagian yang terlindung sangat cocok untuk mengembangkan budidaya rumput laut maupun budidaya ikan kerapu. Disamping pantainya yang
landai perairannya juga jernih dengan substrat dasar pasir. Ekosistim terumbu karang juga dijumpai dikawasan ini dan merupa­kan ekosistim terumbu yang terbaik di kawasan pulau-pulau terse­but.

Sedangkan pulau telur memiliki laus sekitar 45 Ha, pulau ini hanya ditumbuhui oleh mangrove dan pohon kelapa, merupakan kawa­san bertelur bagi penyu belimbing. Sekeliling pulau telur adalah ekosistim terumbu karang yang sebagian besar masih cukup baik. Satuan ekosistim pulau telur sudah seharusnya dilindungi bukan hanya sebagai habitat penyu belimbing tetapi juga sebagai pen­yangga keberadaan spesies lainnya seperti ikan, kepiting dan udang.



Pulau Tamiang dan Pulau Pangka


Luas Pulau Tamiang hanya sekitar 15 Ha dan berdekatan dengan pulau panjang. Disamping dimanfaatkan sebagai lahan untuk berke­bun kelapa, pulau ini juga dimanfaatkan nelayan untuk beristira­hat.

Hamparan terumbu karang di Selat Pulau Tamiang dengan pulau pan­jang merupakan asset penting bagi keutuhan ekosistim perairan pulau-pulau kecil di Pasbar disamping bisa dimanfaatkan untuk wisata bawah air. Kawasan ini nantinya direncanakan pengembangan dengan pola pemanfaatan terbatas yakni pembatasan alat tangkap dan pengembangan budidaya rumput laut.

Sedangkan Pulau Pangka memiliki luas 40 Ha, pulau ini ditumbuhi oleh mangrove dan juga kelapa. Di pulau tersebut terdapat mercu suar dan kawasan laut sekitar Pulau Tamiang sering dimanfaatkan nelayan untuk melaksanakan aktivitas penangkapan ikan.



Pulau Terbakar dan Pulau Nibung

Pulau terbakar memiliki luas sekitar 10 Ha, hanya ditumbuhi oleh semak belukar dan itupun hanya dalam jumlah yang sedikit. Menurut cerita masyarakat setempat pulau ini dulunya pernah kebakaran hingga dinamakan pulau terbakar. Di sekitar pulau ini juga dite­mukan terumbu karang dan hamparan gosong juga ada di sekitar pulau terbakar tersebut.

Sedangkan Pulau Nibung tidak jauh berbeda dengan Pulau Terbakar, pulau ini juga memiliki luas sekitar 10 ha. Hanya saja pulau ini penuh ditumbuhi oleh tanaman nibung (sejenis nipah) dan berada persis di mulut muara sungai Tomak. Pulau ini sering dimanfaatkan masyarakat untuk beristirahat dikala mencari ikan. (HARIAN UMUM SINGGALANG, EDISI MINGGU 30 MARET 2008)

1 comment:

vi2 said...

9 pulau, masih banyak trnyato pulau yang alun dimanfaatkan lai, sabanae awak kayo SDA tapi Miskin SDM. Pngmbangan SDA harus beriringan dgn peningkatan SDM, yang merupakan hak dan kewajiban awak basamo.

Followers